Menyingkap Tabir Tahajjud

Pada saat seseorang menggelar sajadah untuk menunaikan shalat tahajud, ia berada dalam kondisi layaknya orang yang melakukan meditasi dan relaksasi. Jika kita pernah mendengar lirik lagu Tombo Ati yang didendangkan budayawan kondang Emha Ainun Nadjib bersama kelompok musik Kiai Kanjeng, tahajud disebut sebagai salah satu pengobat hati. Sebab shalat sunah yang ditunaikan di keheningan malam itu, mengantarkan orang yang menunaikannya menjadi lebih dekat dengan Allah. Hati yang dekat dengan Tuhannya adalah hati yang damai.


Orang yang rindu tahajud adalah orang yang mempunyai kadar keikhlasan lebih. Ia rela untuk menghentikan kelelapan tidurnya dan bersimpuh pada Sang Khalik. Alquran memuji mereka dengan menyebutnya sebagai orang-orang yang menjauhkan lambungnya dari tempat peraduan.

Tahajud diketahui sebagai ibadah yang ditunaikan pada malam hari, saat setiap orang mengistirahatkan tubuhnya dari kelelahan aktivitas di siang hari. Banyak kalangan menyatakan bahwa idealnya masa tidur di malam hari adalah enam hingga delapan jam. Tidur di malam hari akan memberikan energi baru bagi seseorang untuk melakukan aktivitasnya di pagi hingga siang hari.

Namun kemudian muncul sebuah pendapat lain dari seorang ilmuwan bernama Ray Meddis. Ia menyatakan bahwa masa tidur yang sempurna hanyalah tiga hingga empat jam setiap harinya. Seseorang akan mengalami deep slep sekitar tiga hingga empat jam saja. Tentu seorang Muslim mampu memanfaatkan sisa masa tidur itu untuk memadu cinta dengan Tuhannya, melalui shalat tahajud.

“Bangunlah untuk shalat di malam hari kecuali sedikit daripadanya. Yaitu seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Alquran dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzammil [73]: 2-4).

Seorang ilmuwan Muslim asal Mesir, Fadhlalla Haeri, menyatakan bahwa ayat tersebut memberikan panduan bagi muslim untuk mencapai keseimbangan. Di sisa masa istirahatnya, tiga jam masa efektif tidur malam, maka ia pun semestinya bangun untuk menjalankan aktivitas yang bermanfaat. Bangun di waktu malam adalah salah satu aktivitas yang memberikan manfaat.
Ia menambahkan, pada saat itu energi didalam tubuh seseorang berada dalam kondisi rendah.

Selain itu, medan refleksi juga begitu bersih. Dalam tradisi India, kondisi seperti itu disebut sebagai tahap pembentukan kesadaran yang terjadi pada titik energi ketujuh atau cakra mahkota. Dampaknya, akan meningkatkan intuisi seseorang dan kesadaran diri untuk mampu mengendalikan emosi negatif.

Menurut Haeri, pada saat seseorang menggelar sajadah untuk menunaikan shalat tahajud, ia berada dalam kondisi layaknya orang melakukan meditasi dan relaksasi atas kelenjar pineal. Ini akan menspiritualkan intelektual sesorang disertai dengan kemampuan personal untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah serta menjalin hubungan yang harmonis dengan sesamanya.

Tak hanya itu, pada saat matahari terbenam, kelenjar pineal mulai bekerja dan memproduksi hormon melatonin dalam jumlah besar dan mencapai puncaknya pada pukul 02.00 hingga 03.00 dini hari. Hormon inilah yang kemudian menghasilkan turunan asam amino trytophan dalam jumlah besar pula.

Tahukah Anda? Tahajud menjadi sarana untuk mempertahankan melatonin dalam jumlah yang stabil.

Hormon melatonin akan membentuk sistem kekebalan dalam tubuh dan membatasi gerak pemicu tumor seperti estrogen. Haeri mengungkapkan bahwa pada masa kanak-kanak melatonin yang ada di dalam tubuh berjumlah 120 picogram. Namun jumlah tersebut akan semakin menurun pada usia 20 30 tahun. Selain secara alamiah, pengurangan jumlah melatonin di dalam tubuh juga diakibatkan adanya pengaruh eksternal, seperti: tidur larut, medan elektromagnetik, dan polutan kimia misalnya pestisida, yang pada akhirnya menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi dan sakit kepala. Pada titik tertentu bahkan menyebabkan turunnya sistem kekebalan tubuh.

Kafein yang terkandung di dalam kopi, teh hitam, dan soda tertentu juga akan menyebabkan kemampuan antioksidan melatonin berkurang. Keadaan ini akan membahayakan sel-sel tubuh saat seseorang tengah terjaga. Dengan demikian, kata Haeri, yang harus menjadi perhatian adalah bukan kuantitas tidur seseorang untuk memberikan kebugaran pada tubuh, tetapi justru kualitas tidur. Tiga jam adalah waktu yang cukup untuk itu.

Tahajud tidak hanya memberikan pengaruh pada posisi melatonin. Gerakan ibadah di sepertiga malam terakhir ini juga memberikan pengaruh tertentu pada tubuh. Setidaknya, pada saat berdiri tegak dan mengangkat takbir secara tidak langsung akan membuat rongga toraks dalam paru-paru membesar. Ini akan menyebabkan banyak oksigen yang masuk ke dalamnya. Ada kesegaran yang dirasakan ketika seseorang dapat menghirup udara segar ke dalam paru-parunya di keheningan malam itu. Pada saat sujud, seluruh berat dan daya badan dipindahkan sepenuhnya pada otot tangan, kaki, dada, perut, leher, dan jari kaki. Proses ini dilakukan berulang-ulang sesuai jumlahrakaat shalat tahajud yang kita lakukan.

Setelah oksigen masuk ke dalam paru-paru, oksigen diedarkan ke seluruh tubuh dengan lancar karena adanya pergerakan otot selama ruku’ dan sujud. Selain itu, dalam shalat seseorang juga melakukan gerakan duduk di antara dua sujud dan tahiyat yang menyebabkan adanya gerakan tumit, pangkal paha, jari tangan, jari kaki, dan lainnya. Tentu peredaran oksigen akan menjadi lancar

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Historia Vitae Magistra. Design by Templateezy