Gali Tembaga, Bertemu Biara Kuno 2.600 Tahun


Kejutan diperoleh saat perusahaan China menggali tambang tembaga di Afghanistan. Di dalamnya ditemukan situs Budha kuno berusia 2.600 tahun.
Reruntuhan itu ditemukan saat para buruh menggali tambang kerjasama pemerintah Afghanistan dan perusahaan China, Metallurgical Group Corp.  Dua pihak itu berambisi mengembangkan tambang tembaga terbesar kedua di dunia yang letaknya tepat di bawah reruntuhan.
Mengetahui temuan itu, para arkeolog buru-buru melakukan usaha penyelamatan sebisa mungkin dari situs yang diduga berasal dari tujuh abad sebelum Masehi --di sepanjang Jalan Sutra yang menghubungkan Asia dan Timur Tengah.
Reruntuhan tersebut, termasuk biara dan dan stupa telah hancur, diduga kerusakan terjadi saat tambang mulai dikerjakan. Dan arkeolog hanya diberi waktu 3 tahun oleh pemerintah-- yang mungkin tak mampu menyelamatkan situs ini.
Kompleks biara yang digali menyingkap lorong, dan kamar-kamar yang didekorasi lukisan dinding dan patung-patung tanah liat Sang Budha sedang berdiri atau berbaring -- beberapa di antaranya setinggi 10 kaki.
Ada juga suatu area yang dulunya diduga sebuah halaman, dihiasi dengan stupa berdiri setinggi empat atau lima meter.
Lebih dari 150 patung telah ditemukan sejauh ini, meskipun lebih banyak yang masih berada tempatnya. Tim kesulitan memindahkan patung-patung besar. Sementara, mereka juga kekurangan zat kimia yang berfungsi merekatkan patung-patung kecil -- agar tak pecah saat dipindahkan.
"Ini situs yang sangat besar, butuh waktu 10 tahun untuk menyelamatkannya," kata Laura Tedesco, seorang arkeolog yang ditugasi  Kedutaan Besar Amerika Serikat.  "Tiga tahun mungkin cukup waktu hanya untuk mendokumentasikan apa yang ada di sana."
Sementara, Philippe Marquis, seorang arkeolog Perancis mengatakan, upaya penyelamatan yang sedang dilakukan sangat sedikit dan minimal, karena  kurangnya dana dan personel.
Kuil Budha di bawah pertambangan Afghanistan
Tim berharap bisa mengangkat beberapa patung yang lebih besar dan kuil-kuil ke luar sebelum musim dingin di bulan ini, namun mereka masih belum mendapatkan derek dan perlengkapan lainnya yang diperlukan.
Sekitar 15 arkeolog Afghanistan, tiga penasihat Perancis dan beberapa lusin buruh saat ini bekerja di wilayah seluas 2 kilometer persegi. Ini jauh lebih kecil dari standar yang dibutuhkan untuk bekerja di wilayah seluas dan sekaya ini.
Padahal," ini mungkin salah satu lokasi yang paling penting di sepanjang Jalan Sutra, "kata Marquis. "Apa yang kita miliki di situs ini,  cukup untuk mengisi museum nasional Afghanistan sampai penuh."
Situs tersbebut ditemukan di daerah Mes Aynak -- titik pertemuan dan pertarungan antara kepentingan arkeologi dan ekonomi. Daerah itu diketahui kaya tembaga.
Arkeolog Afghanistan sejak 1960-an tentang mengetahui arti penting Mes Aynak, tetapi penggalian di wilayah itu hampir tidak pernah  dilakukan.
Sumber: VIVAnews

Mantan Ratu India Hidup dalam Kemiskinan

Hidup dalam kemiskinan. Itulah yang kini dijalani Appamma Kajjallappa, istri ketiga Raja Venkateswara Ettappa, penguasa di Virudhunagar, India. Bersama anaknya, dia rela hidup di sebuah gubuk dan berjuang keras untuk mendapatkan sesuap nasi.
Lho, memang ke mana harta benda peninggalan suaminya "Sudah saya sumbangkan ke rakyat," kata Appama, baru-baru ini. Bahkan, istana peninggalan juga sudah berubah menjadi sebuah sekolah demi memenuhi permintaan rakyat.
"Anggota keluarga kami sangat murah hati. Kami menyumbangkan segalanya demi kejehateraan desa. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin," tambah Appama.
Appama menambahkan, "Mungkin dulu saya adalah seorang ratu, tapi kini saya bukan siapa-siapa lagi. Kami sangat miskin."
Beberapa penduduk desa merasa iba dengan nasib ratu mereka. Sebenarnya, Appamma bekerja di kuil saat ada perayaan ataupun persembahan. Namun, setiap kali penduduk ingin memberikan sesuatu, Appama selalu menolak. Ia beranggapan melayani kuil suci merupakan suatu kehormatan bagi dirinya.
Sumber

http://id.news.yahoo.com/lptn/20101113/twl-mantan-ratu-india-hidup-dalam-kemisk-7dafc38.html

 
Copyright © Historia Vitae Magistra. Design by Templateezy