Antara Penting Dan Genting

Lagi, untuk kedua kalinya perempuan berusia lima puluh tahunan itu tak sadarkan diri. Terlalu sulit baginya menerima kenyataan bahwa jenazah yang terbaring di atas keranda itu adalah anak yang sangat dicintainya.
Lemas, bagai tak bertulang laki-laki separuh baya itu tak mampu menopang tubuhnya. Tak sanggup kakinya melangkah, mendekat ke arah jenazah.
Sesal, bagitu dalam mendera sepasang suami istri ini. Bukan, bukan mereka tak menerima takdir Illahi. Mereka sadar dan percaya bahwa apapun, siapapun dan bagaimanapun tak ada yang bisa menghalangi takdir. Hari, tanggal, waktu dan tempat sudah ditetapkan bagi almarhumah, bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Tapi kesalahan dan kekhilafan mereka pada almarhumah, terus membebani batin mereka. Mereka tahu alamarhumah begitu pemaaf, tapi sulit bagi mereka untuk memaafkan diri sendiri.
Gagal menempatkan perkara genting di atas yang penting, itulah sebab penyesalan mendalam mereka.

 
Copyright © Historia Vitae Magistra. Design by Templateezy