Secara etimologis, kata as-syarî’ah mempunyai konotasi masyra‘ah al-mâ’ (sumber air minum).
1. Orang Arab tidak menyebut sumber tersebut dengan sebutan syarî‘ah,kecuali jika sumber tersebut airnya berlimpah dan tidak pernah kering.
2 .Dalam bahasa Arab, syara‘a berarti nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan), dan bayyana al-masâlik (menunjukkan jalan). Syara‘a lahum-yasyra‘u-syar‘an berarti sanna (menetapkan).
3. Syariat dapat juga berarti madzhab (mazhab) dan tharîqah mustaqîmah (jalan lurus).
4. Dalam istilah syariat sendiri, syarî‘ah berarti agama yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk hamba-hamba-Nya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan
yang beragam.
5.Hukum-hukum dan ketentuan tersebut disebut syariat karena memiliki konsistensi atau kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Dengan demikian, syariat dan agama mempunyai konotasi yang sama.
6.yaitu berbagai ketentuan dan hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT
bagi hamba-hamba-Nya.
inqiyâd (tunduk) dan istislâm li Allâh (berserah diri kepada Allah). Istilah tersebut selanjutnya dikhususkan untuk menunjuk agama yang disyariatkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. Dalam konteks inilah, Allah menyatakan kata Islam sebagaimana termaktub dalam
firman-Nya:
"Hari ini Aku telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian, mencukupkan nikmat-Ku atas
kalian, dan meridhai Islam sebagai agamabagi kalian." (QS al-Mâ’idah [5]: 3).
Karena itu, secara syar‘î, Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada junjungan kita, Muhammad saw., untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya, dirinya sendiri, dan sesamanya. Hubungan manusia dengan Penciptanya meliputi masalah akidah dan ibadah; hubungan manusia dengan dirinya sendiri meliputi akhlak, makanan, dan pakaian;hubungan manusia dengan sesamanya meliputi muamalat dan persanksian.
Dengan demikian, syariat Islam merupakan ketentuan dan hukum yang ditetapkan oleh Allah atas hamba-hamba-Nya yang diturunkan melalui Rasul-Nya, Muhammad saw., untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, dan dengan sesamanya. Artinya, cakupan syariat Islam meliputi akidah dan syariat. Dengan kata lain, syariat Islam bukan hanya mengatur seluruh aktivitas fisik manusia (af‘âl al-jawârih), tetapi juga mengatur seluruh aktivitas hati manusia (af‘âl al-qalb) yang biasa disebut dengan akidah Islam. Karena itu, syariat Islam tidak dapat direpresentasikan oleh sebagian ketentuan Islam dalam masalah hudûd (seperti hukum rajam, hukum potong tangan, dan sebagainya); apalagi oleh keberadaan sejumlah lembaga ekonomi yang menjamur saat ini semisal bank syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar