Kediri - Makam Tan Malaka ditemukan di Kediri. Makam tokoh sosialis beraliran keras ini ditemukan warga yang mengetahui eksekusi Ibrahim alias Tan Malaka. Penemuan ini setelah beberapa warga Desa Selopangggung, Kecamatan Semen, berhasil menemukan makam salah satu pahlawan yang selama ini dianggap beraliran keras, Datuk Ibrahim atau biasa dikenal dengan nama Tan Malaka. Penemuan ini disertai keterangan saksi sejarah yang mengetahui secara detail peristiwa kematian Tan Malaka yang dipercaya dibunuh pada tahun 1949 silam.
Ditemukanya makam Tan Malaka yang tertembak dalam pelariannya pada tangga 21 Februari 1949 tersebut berdasarkan cerita salah satu saksi sejarah yang menyebutkan kronologis terjadinya catatan sejarah ini, yaitu Tolu (69), warga Desa Selopanggung. Tolu menyebutkan, pada kisaran tahun 1948 hingga 1949, ada sekitar 50 orang yang datang dari luar daerah ke Desa Selopanggung, yang belakangan diketahui sebagai pasukan dari Brigade Sikatan yang bertugas memburu dan melakukan eksekusi terhadap Tan Malaka. Pada saat itu, rombongan menginap di rumah orangtua Tolu. Kedatangan mereka dilengkapi dengan persenjataan lengkap. "Ada sekitar 50 orang, yang saya kenal antara lain Letkol Surahmat, Sukoco, Dayat, Prapto, Abdul Syukur dan beberapa lainya saya tidak kenal," cerita Tolu, Selasa (14/8/2007) Tolu juga menceritakan kedatangan orang-orang tersebut juga melakukan pemusnahan beberapa arsip dan buku yang diyakini sebagai milik Tan Malaka mengenai pemikiran aliran kiri. "Jumlahnya banyak sekali, bahkan dibakar selama satu minggu apinya belum padam," lanjut Tolu. Warga di sekitar lokasi terjadinya sejarah, baru menyadari jika di desa tempat tinggal meraka sebagai tempat terbunuhnya tokoh penggerak kemerdekaan nasional, ketika sepuluh tahun dan lima tahun yang lalu, ada seorang warga negara Belanda, yang diketahui bernama Harry A Poeze, berusaha mencari jejak Tan Malaka. Selama satu bulan melakukan penelitian, akhirnya Poeze menyimpulkan di Desa Selopanggung merupakan tempat singgah terakhir Tan Malaka sebelum akhirnya menghilang tanpa ada jejaknya lagi. "Orang Belanda itu menyimpulkan di sini tempat Tan Malaka hilang," kata Samsuri (45), mantan Kepala Desa Selopanggung, sambil menunjukkan papan petunjuk tempat hilangnya Tan Malaka yang dibuat oleh Harry A Poeze. Semua bukti kebearadaan Tan Malaka juga disebutkan oleh Sukoto (75), yang saat terjadinya penembakan Tan Malaka bekerja sebagai kurir dari Brigade Sikatan. Dia bercerita pernah mendengar penembakan orang di malam hari, tanpa diketahuinya siapa korban yang ditembak. Namun Sukoto menyebutkan, setelah rombongan Brigade Sikatan meninggalkan Desa Selopanggung, ada makam baru bernisankan pohon di pemakaman desa. "Saya dulu tukang kirim surat dari rombongan orang luar itu, dan saya tahu kejadian pada saat itu," cerita Sukoto. Mengenai keyakinan warga Desa Selopanggung yang menyebutkan, makam bernisankan pohon yang diyakini sebagai makam Tan Malaka. Hal itu berdasarkan cerita orang-orang tua yang menyebutkan makam tua tersebut telah ada sebelum tahun 1948. "Kata orang-orang tua, makam ini ada sejak tahun 1948. Waktu itu hanya ada 1 makam yaitu makam sesepuh Desa Selopanggung. Tapi setelah tahun 1949 tepatnya setelah rombongan tentara pergi ada makam baru bernisan pohon yang tidak dikenali warga," cerita Samsuri. Dalam catatan sejarah, Tan Malaka dikenal sebagai pejuang yang beraliran kiri. Dia terbunuh pada tanggal 21 Februari 1949 di Kediri. Tan Malaka diyakini terpaksa ditembak karena semasa hidupnya pernah mempelajari sosialisme dan komunisme, dan dikhawatirkan akan mengancam kedaulatan NKRI. Pada tahun 1963 nama Tan Malaka pernah tercatat sebagai pahlawan revolusi, namun gelar tersebut dicabut pada masa pemerintahan orde baru.